Jumat, Maret 06, 2009

Manajemen Pemasaran Bank

Perbankan di Indonesia memulai babak perkembangan baru sejak digulirkannya Paket Deregulasi 1 Juni 1983. Paket Deregulasi ini memberikan kewenangan kepada bank-bank pemerintah untuk menentukan kebijaksanaan perkreditannya sendiri, menghapuskan pagu kredit dan memberi kebebasan bank-bank pemerintah dalam menetapkan tarif suku bunga deposito, sementara itu kredit likuiditas dari Bank Indonesia dihapuskan. Kebijaksanaan deregulasi 1983 dilanjutkan dengan Paket Oktober 1988 (Pakto 1988) dalam rangka menciptakan iklim persaingan yang kondusif dengan memberikan pelonggaran ijin pendirian bank-bank baru maupun campuran.

Kebijaksanaan di bidang moneter di atas menjadikan perkembangan dunia perbankan semakin semarak dan terpacu untuk memenangkan persaingan yang semakin kompetitif. Kondisi ini mendorong lembaga-lembaga perbankan berusaha meningkatkan ketrampilan sumber daya manusia, meningkatkan sistem manajemen sarana prasarana, meningkatkan efisiensi, mengembangkan jasa perbankan sesuai dengan kebutuhan serta berusaha mempertahankan eksistensi dan pengembangan diri sesuai dengan tujuan. Semua usaha-usaha tersebut diharapkan mampu menarik perhatian nasabah, mengembangkan jaringan usaha dan memperluas jaringan operasional agar sektor perbankan mampu memainkan peranan yang lebih luas dalam pengembangan perekonomian Indonesia.

Menurut Kuncoro dalam bukunya Manajemen Perbankan, Teori dan Aplikasi (2002: 68), definisi dari bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Oleh karena itu, dalam melakukan kegiatan usahanya sehari-hari ban harus mempunyai dana agar dapat memberikan kredit kepada masyarakat. Dana tersebut dapat diperoleh dari pemilik bank (pemegang saham), pemerintah, bank Indonesia, pihak-pihak di luar negeri, maupun masyarakat dalam negeri. Dana dari pemilik bank berupa setoran modal yang dilakukan pada saat pendirian bank.

Dana dari pemerintah diperoleh apabila bank yang bersangkutan ditunjuk oleh pemerintah untuk menyalurkan dana-dana bantuan yang berkaitan dengan pembiayaan proyek-proyek pemerintah, misalnya Proyek Inpres Desa Tertinggal. Sebelum dana diteruskan kepada penerima, bank dapat menggunakan dana tersebut untuk mendapatkan keuntungan, misalnya dipinjamkan dalam bentuk pinjaman antar bank (interbank call money) berjangka 1 hari hingga 1 minggu. Keuntungan bank diperoleh dari selisih antara harga jual dan harga beli dana tersebut setelah dikurangi dengan biaya operasional. Dana-dana masyarakat ini dihimpun oleh bank dengan menggunakan instrumen produk simpanan yang terdiri dari Giro, Deposito dan Tabungan.

I. Manajemen

Kata Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.

II. Pemasaran

Kata pemasaran dalam bahasa inggris disebut marketing. Menurut William.J. Stanton Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada nasabah yang ada maupun nasabah potensial. Sementara Konsep Pemasaran yang bersifat kemasyarakatan adalah pemenuhan kebutuhan, keinginan dan minat dari pasar sehingga medorong kesejahteraan konsumen dan masyarakat.

Orientasi perusahaan terhadap kebutuhan pasar dapat dibagi 5 konsep dasar yaitu :

A. Konsep Produksi

Berdasarkan asumsi bahwa konsumen akan menyukai produk yang yang tersedia secara luas dan berharga rendah. Maajer harus berorientasi pada produksi dengan efisiensi organisasi dan pemenuhan distribusi secara luas.

B. Konsep Produk

Berdasarkan asumsi bahwa konsumen akan menyukai produk yang paling berkualitas atau corak inovatif. Manajer harus berorientasi pada upaya memfokuskan energi organisasi pada pembuatan produk superior dari waktu ke waktu.

C. Konsep Penjualan

Berdasarkan asumsi bahwa konsumen harus selalu diinformasikan tentang eksistensi produk melalui aktifitas promosi yang gencar.

D. Konsep Pemasaran

Berdasarkan asumsi bahwa konsumen menyukai apabila keinginan dan kebutuhannya terpenuhi. Cara untuk mencapai konsep pemasaran yang sukses adalah sebagai berikut :
- Mempertemukan Kebutuhan dengan Profitabilty.
- Temukan keinginan dan penuhi kenginan tersebut.
- Cintai pelanggan dan bukan produk.
- Milikilah cara yang akan dilakukan.
- Anda adalah partner.
- Untuk melakukan semua dalam suatu paket kekuatan konsumen penuhi mereka kualitas dan kepuasan.

E. Konsep Pemasaran yang bermasyarakat

Berdasarkan pada pandangan bahwa tugas organisasi adalah untuk menentukan kebutuhan konsumen, kekurangan dan minat target pasar maka untuk dapat memenuhi kepuasan /keinginan itu secara efektif dan secara efisien dibanding pesaing dilakukan dengan cara yang memelihara dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Konsep pemasaran ini juga sangat berlaku bagi kalangan perbankan (bidang jasa) agar dapat menarik minat nasabah dengan menawarkan berbagai macam jenis produk. Tetapi hal yang paling penting adalah bagaimana sebuah bank dapat memperlakukan nasabah baik baru maupun lama agar tetap eksis dan loyal terhadap bank tersebut. Maka untuk dapat memperlakukan nasabah tersebut perlu direncanakan suatu pemasaran yang baik, dimulai dari keramatamahan personil front office bank yang bersangkutan. Karena darisinilah loyalitas nasabah terhadap bank dibentuk, apabila nasabah tersebut dilayani sebaik mungkin maka sebaliknya ia akan merasa sangat nyaman karena sangat dihargai oleh bank tersebut.

Pengertian bank menurut UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-­bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak”.

Definisi bank di atas memberi tekanan bahwa bank dalam melakukan usahanya terutama menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang merupakan sumber dana bank. Demikian pula dari segi penyaluran dananya, hendaknya bank tidak semata-mata memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pemilik tapi juga kegiatannya itu harus pula diarahkan pada peningkatan taraf hidup masyarakat. Definisi tersebut merupakan komitmen bagi setiap bank yang menjalankan usahanya di Indonesia.

II. Manajemen Pemasaran Bank

Perkembangan konsep pemasaran bank dimulai dari konsep produk, penjualan dan konsep marketing. Konsep ini bertujuan membangun citra dan reputasi bisnis bank, memahami nasabah bisnis bank sebenarnya, mendekatkan bisnis bank kepada para nasabahnya.

Berdasarkan pembahasan diatas dapat dilihat bahwa Manajemen Pemasaran Bank adalah proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi, dan distribusi produk dan jasa serta gagasan bank untuk menciptakan pertukaran dengan pelanggan yang memperoleh kepuasan dan sasaran organisatoris bank itu sendiri. Dengan kata lain bahwa manajemen pemasaran bank bertujuan bagaimana bank tersebut bisa merebut hati masyarakat sehingga peranannya sebagai financial intermediary dapat berjalan dengan baik.

Karena kegiatan manajemen pemasaran bank meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian terhadap penghimpunan pengalokasian dana dari masyarakat. Proses pengelolaan dan penghimpunan dana-dana masyarakat kedalam bank serta pengalokasian dana-dana tersebut bagi kepentingan bank dan masyarakat pada umumnya, secara optimal melalui penggerakkan semua sumber daya yang tersedia demi mencapai tingkat rentabilitas yang memadai sesuai dengan batas ketentuan peraturan yang berlaku. Pada era perbankan modern saat ini sangat terkait erat dengan manajemen bank dimana manajemen aktiva - pasiva bank merupakan fokus utama dalam manajemen dana bank.

I. Manajemen Dana Bank

Dalam perekonomian modern, kehidupan masyarakat menjadi tidak asing dengan aktivitas perbankan. Perbankan merupakan bagian dari sistem keuangan yang melayani masyarakat yang surplus dana maupun masyarakat yang defisit dana. Oleh karena itu pengelolaan perbankan harus dilakukan dengan manajemen profesional, karena mengelola bank sangat berbeda dengan mengelola usaha industri.

Untuk mencapai pengelolaan perbankan yang profesional maka manajemen perbankan dituntut untuk melakukan kegiatan diantaranya adalah kegiatan menghimpun dana (funding), menyalurkan dana (lending) dan jasa jasa bank lainnya (service). Ketiga kegiatan tersebut harus dilakukan secara bersamaan, karena masing masing kegiatan satu sama lainnya saling berkaitan, sehingga apabila salah satu kegiatan tersebut tidak dikelola secara profesional akan mengakibatkan kerugian bagi bank itu sendiri.

Kunci dari keberhasilan manajemen dana bank adalah bagaimana bank tersebut bisa merebut hati masyarakat sehingga peranannya sebagai financial intermediary dapat berjalan dengan baik. Karena kegiatan manajemen dana bank meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian terhadap penghimpunan pengalokasian dana dari masyarakat. Proses pengelolaan dan penghimpunan dana-dana masyarakat kedalam bank serta pengalokasian dana-dana tersebut bagi kepentingan bank dan masyarakat pada umumnya, secara optimal melalui penggerakkan semua sumber daya yang tersedia demi mencapai tingkat rentabilitas yang memadai sesuai dengan batas ketentuan peraturan yang berlaku. Pada era perbankan modern saat ini sangat terkait erat dengan manajemen bank dimana manajemen aktiva -pasiva bank merupakan fokus utama dalam manajemen dana bank.

Meskipun suatu bank tidak dapat menentukan dan atau mengatur secara mutlak jumlah dana yang dapat dihimpun pada suatu tingkat yang dikehendaki, namun bank bagaimanapun dapat mempengaruhi jumlah dana yang dihimpun sampai pada tingkat tertentu. Menurut Dahlan Siamat (1993 : 99), dana bank dilihat dari sumbernya dapat dibedakan antara dana ektern yaitu dana yang dihimpun dari luar bank, dan dana intern yaitu dana yang dihimpun dari dalam bank itu sendiri. Sedangkan menurut Muchdarsyah Sinungan (1993 : 84), dana -dana bank yang digunakan sebagai alat bagi operasional suatu bank bersumber atau berasal dari dana-dana sebagai berikut :
A. Dana piha kesatu
Dana pihak kesatu adalah dana dari modal sendiri yang berasal dari para pemegang saham.
B. Dana pihak kedua
Dana pihak kedua adalah dana yang berupa pinjaman dari pihak luar.
C. Dana pihak ketiga
Dana pihak ketiga adalah dana yang berupa simpanan dari pihak masyarakat yaitu dalam bentuk giro, tabungan dan deposito.

II. Model Strategi Manajemen Pemasaran Bank (a model for the strategic marketing management process)

Hal yang paling penting dalam manajemen pemasaran bank adalah bagaimana sebuah bank dapat memperlakukan nasabah baik baru maupun lama agar tetap eksis dan loyal terhadap bank tersebut. Maka untuk dapat memperlakukan nasabah tersebut perlu direncanakan suatu pemasaran yang baik, dimulai dari keramatamahan personil front office bank yang bersangkutan. Karena darisinilah loyalitas nasabah terhadap bank dibentuk, apabila nasabah tersebut dilayani sebaik mungkin maka sebaliknya ia akan merasa sangat nyaman karena sangat dihargai oleh bank tersebut.

Salah satu model strategi dalam Manajemen Pemasaran Bank adalah melakukan suatu Rencana Pemasaran (the marketing plan). Berikut beberapa analisa yang digunakan untuk suatu Rencana Pemasaran bagi bank :

A. Self Analysis

Untuk membuat suatu rencana pemasaran yang sukses bagi bank, maka manajemen bank harus terlebih dahulu melihat dan menganalisa kekuatan dan kelemahan dari bank itu sendiri. Manajemen bank dapat menggunakan alat analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, threats). Berikut hal-hal yang dapat dianalisis sehubungan dengan Self Analysis :

1. Situasi Keuangan Bank (Financial Situation)

Untuk melakukan segala bentuk kegiatan perbankan, maka sebuah bank dituntut untuk memiliki keuangan yang memadai sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Situasi keuangan bank yang stabil akan dapat membuat bank tersebut melakukan berbagai perencanaan pemasaran produk bank dan sebaliknya apabila suatu bank memiliki situasi keuangan yang kurang baik, maka akan mengakibatkan adanya keterbatasan dalam pemasaran produk bank sehingga tujuan dari bank itu sendiri sulit untuk dicapai. Dengan kondisi keuangan yang memadai dan baik maka bank dapat menentukan sendiri arah dari kebijakan dan sasaran serta tujuan dari bank itu sendiri. Disamping itu bank juga harus mempunyai sumber dana untuk jangka pendek, menengah dan jangka panjang.

Oleh karena itu manajemen bank dituntut untuk dapat mengelola dana perbankan secara profesional dan baik, dimana manajemen dapat menggunakan cara penempatan (alokasi) dana bank dengan mempertimbangkan sumber dana yang diperolehnya terdiri atas 2 (dua) pendekatan, yang mana kedua pendekatan tersebut masih banyak dipergunakan atau dipilih oleh manajemen bank, yaitu :

A. Pool of fund approach

Pool of fund approach adalah penempatan dana bank dengan tidak memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan sumber-sumber dana seperti sifat dana, jangka waktu dan tingkat harga perolehan sumber dana tersebut

B. Asset allocation approach

Asset allocation approach adalah penempatan dana ke berbagai aktiva dengan mencocokkan masing-masing sumber dana terhadap jenis alokasi dana yang sesuai dengan sifat dana, jangka waktu dan tingkat harga perolehan sumber dana tersebut

1. Segmentasi Pasar, Penguasaan Pasar dan Posisi dipasar (Market share & Position)

Apabila suatu bank mempunyai situasi keuangan yang baik maka bank tersebut akan lebih mudah untuk menentukan segmentasi pasar, penguasaaan pasar dan posisi dipasar yang mana akan dimasuki oleh bank sesuai dengan arah kebijakan manajemen bank itu sendiri. Bank yang memasarkan produk ke pasar konsumen dan pasar bisnis, dapat dilihat bahwa bank tidak dapat menarik semua nasabah di pasar tersebut. Hal ini disebabkan : nasabah terlalu banyak, nasabah tersebar luas, nasabah mempunyai kebutuhan dan kebiasaan yang bervariasi. Oleh karena itu manajemen bank harus mempunyai suatu perencanaan pemasaran yang baik, hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi segmen pasar yang paling menarik yang dapat dilayani secara efektif, daripada harus bersaing di semua segmen. Berikut tahap-tahap pemasaran yang terarah :

A. Segmentasi pasar

Membagi pasar menjadi kelompok nasabah yang terbedakan dengan kebutuhan, karakteristik atau tingkah laku yang berbada yang mungkin membutuhkan produk atau bauran pemasaran yang terpisah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa segmentasi pasar adalah proses membagi sebuah pasar ke segmen-segmen atau kelompok-kelompok yang bermakna, relatif sama dan dapat diindentifikasikan. Contohnya PT. Bank Ekspor Indonesia mempunyai segmentasi pasar khusus untuk perusahaan (corporate) yang bergerak dibidang ekspor dan impor.

Manfaat dari segmentasi pasar adalah bank berada dalam posisi yang lebih baik untuk memilih kesempatan- kesempatan pemasaran. Bank dapat menggunakan pengetahuannya terhadap respon pemasaran yang berbeda-beda, sehingga dapat mengalokasikan anggarannya secara lebih tepat pada berbagai segmen. Bank dapat mengatur produk lebih baik dan daya tarik pemasarannya.

Dasar-dasar dalam penetapan Segmentasi Pasar yang dilakukan oleh bank harus memperhatikan faktor seperti variabel geografi (wilayah, ukuran daerah, ukuran kota, dan kepadatan iklim), Variabel demografi (umur, keluarga, siklus hidup, pendapatan, pendidikan, dll), Variabel psikologis (kelas sosial, gaya hidup, dan kepribadian) dan Variabel perilaku nasabah (manfaat yang dicari, status pemakai, tingkat pemakaian, status kesetiaan dan sikap pada produk).

2. Penguasaan Pasar (Market Share)

Proses mengevaluasi daya tarik setiap segmen pasar dan memilih satu atau beberapa untuk dimasuki. Dengan kata lain bank dapat memiliki market share yang kuat di pasar yang telah dipilih. Dengan kata lain bahwa market share adalah bagian pasar yang dikuasai oleh bank, yang besarnya ditentukan oleh effort share atau merupakan presentase dari volume penjualan produk kepada nasabah.

3. Memposisikan pasar

Memposisikan produk bank dalam pasar bertujuan untuk mengatur agar suatu produk menduduki tempat yang jelas, berbeda dan dikehendaki relatif terhadap produk pesaing di benak konsumen yang menjadi sasaran. Artinya disini bank telah bisa memposisikan dirinya didalam pasar dari keseluruhan pesaing (competitor), sehingga bank hanya perlu untuk melakukan inovasi terhadap produk yang ditawarkan agar bank mempunyai posisi dipasar yang lebih kuat lagi. Berdasarkan keterangan diatas dapat dibentuk chart seperti dibawah ini :

Oleh karena itu bank dalam memposisikan produknya perlu untuk melakukan pengembangan didalam bauran pemasaran untuk mempengaruhi keseluruhan persepsi nasabah potensial terhadap merek, lini produk, atau bank secara umum.

1. Strategi & Taktik Pemasaran Yang Efesien

Disamping bank telah melakukan analisa situasi keuangan, segmentasi pasar, penguasaaan pasar dan posisi dipasar, bank juga perlu melakukan suatu strategi dan taktik pemasaran yang efisien. Artinya disini manajemen bank dalam menetapkan rencana pemasarannya harus mampu menjalankan kebijakan yang telah ditentukan sebelumnya agar pemasaran bank (penyampaian informasi produk bank kepada nasabah) dapat dilakukan secara efesien tepat pada sasarannya.

Oleh karena sudah menjadi keharusan bagi bank untuk melaksanakan promosi dengan strategi yang tepat agar dapat memenuhi sasaran yang efektif. Dimana promosi menjadi salah satu alat informasi yang tepat bagi bank untuk menyampaikan produknya kepada nasabah. Disamping itu strategi pemasaran efesien yang diterapkan harus ditinjau dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan pasar dan lingkungan pasar tersebut. Dengan demikian strategi pemasaran yang efesien tersebut juga harus dapat memberikan gambaran yang jelas dan terarah tentang apa yang dilakukan oleh bank dalam menggunakan setiap kesempatan atau paduan pada beberapa sasaran pasar.

B. Analisa SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities, Threats)

Kekuatan tanpa sebuah kesempatan bagaikan sebuah pesawat terbang tanpa cuaca yang baik. Pesawat itu akan beresiko akan terbang. Dengan demikian, untuk menjamin keberhasilan pemasaran, kemampuan perusahaan harus cocok dengan kesempatan pasar yang ada. Dan disinilah peranan analisis swot.

Analisis SWOT yang efektif harus bertujuan meraih pemasaran strategis yang cocok dengan lingkungan internal dan eksternal. Implementasi strategi pemasaran yang berhasil harus didukung kemampuan internal perusahaan, sumber daya, struktur organisasi, kebijakan dan prosedur operasional yang cukup baik. Cara melakukan analisis SWOT yang efektif yaitu mulailah dengan mengidentifikasi kesempatan yang di luar sana. Kemudian, lanjutkan dengan mengidentifikasi ancaman. Setelah itu, anda bisa bergerak maju untuk memilih kekuatan dan kelemahan yang benar - benar berarti.

Jadi dengan telah dilakukannya Self Analisis (Situasi Keuangan, Segmentasi Pasar, Penguasaan Pasar, Posisi dipasar dan strategi pemasaran yang efisien) akan dapat membuat manajemen pemasaran bank berjalan sesuai dengan tujuan apalagi didukung dengan analisa SWOT yang kuat.

Filed under: Perbankan
selengkapnya...

Fungsi dan Tujuan Manajemen Keuangan

BAB I
FUNGSI DAN TUJUAN MANAJEMEN KEUANGAN
A. Pengertian, Arti Penting Fungsi Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan merupakan salah satu bidang manajemen fungsional
dalam suatu perusahaan, yang mempelajari tentang penggunaan dana, memperoleh
dana dan pembagian hasil operasi perusahaan
Manajemen keuangan dapat didefinisikan dari tugas dan tanggung jawab
manajer keuangan. Meskipun tugas dan tanggung jawabnya berlainan di setiap
perusahaan, tugas pokok manajemen keuangan antara lain meliputi : keputusan
tentang investasi, pembiayaan kegiatan usaha dan pembagian dividen suatu
perusahaan (Weston dan Copeland, 1992: 2)

Manajer keuangan berkepentingan dengan penentuan jumlah aktiva yang
layak dari investasi pada berbagai aktiva dan pemilihan sumber-sumber dana untuk
membelanjai aktiva-aktiva tersebut. Untuk membelanjai kebutuhan dana tersebut,
manajer keuangan dapat memenuhinya dari sumber yang berasal dari luar
perusahaan dan dapat juga yang berasal dari dalam perusahaan. Sumber dari luar
perusahaan berasal dari pasar modal, yaitu pertemuan antara pihak membutuhkan
dana dan pihak yang dapat menyediakan dana. Dana yang berasal dari pasar modal
ini dapat berbentuk hutang (obligasi) atau modal sendiri (saham). Sumber dari dalam
perusahaan berasal dari penyisihan laba perusahaan (laba ditahan), cadangan,
maupun depresiasi.
Setelah dana diperoleh, dana tersebut harus digunakan untuk membelanjai
operasi perusahaan. Dana akan tertanam pada berbagai kekayaan riil perusahaan,
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, diharapkan mahasiswa mampu
memamahi dan menjelaskan:
�� Pengertian dan pentingnya manajemen keuangan.
�� Fungsi keuangan.
�� Tujuan Corporate Finance
�� Lingkungan Keuangan.
�� Masalah keagenan
baik kekayaan yang berwujud atau pun yang tidak berwujud. Sedangkan sumbersumber
dana perusahaan, baik kekayaan yang berwujud atau pun yang tidak
berwujud. Sedangkan sumber-sumber dana perusahaan akan diwujudkan dalam
berbagai aktiva finansial, yaitu selembar kertas yang mempunyai nilai pasar, karena
dengan memiliki kertas tersebut, pemilik dapat memperoleh penghasilan (baik yang
tetap, atau pun tidak tetap).
Besar kecilnya dana yang harus diperoleh oleh manajer keuangan tentu saja
harus disesuaikan dengan kebutuhan untuk operasi perusahaan itu. Penggunaan dana
untuk operasi perusahaan dapat digunakan untuk keperluan yang sangat bermacammacam.
Tetapi kalau dipandang dari dimensi waktunya, maka penggunaan dana
tersebut dapat untuk modal kerja (jangka pendek) dapat juga untuk investasi modal
(jangka panjang).
Setelah dana tersebut dipergunakan, maka diharapkan perusahaan dapat
memperoleh keuntungan dari penggunaan dana tersebut. Apabila perusahaan
memperoleh keuntungan maka harus diputuskan apakah keuntungan ini akan
dibagikan kepada pemilik modal ataukah diinvestasikan kembali ke dalam
perusahaan.
Dengan demikian maka manajer keuangan intinya harus melakukan tugastugas
utama (fungsi) yaitu: memperoleh dana dan menggunakan dana tersebut.
Untuk memperoleh dana, ia harus mengambil keputusan pembelanjaan, yaitu
mencari dana dari pasar modal (dalam bentuk hutang maupun modal sendiri/saham).
Di samping itu, dana juga dapat diperoleh dari hasil operasi perusahaan. Besarkecilnya
dana ini tergantung pada kebijakan dividen, yaitu penentuan besar-kecilnya
keuntungan yang harus dibagi (dan ditahan). Semakin banyak yang ditahan, semakin
banyak dana yang diperoleh dari dalam perusahaan. Untuk fungsi menggunakan
dana, manajer keuangan harus mengambil keputusan investasi yaitu penentuan untuk
apa dana yang dimiliki oleh perusahaan akan dipergunakan.
Kegiatan penting lain yang harus dilakukan manajer keuangan menyangkut
empat (4) aspek yaitu:
1. Pertama, yaitu dalam perencanaan dan peramalan, dimana manajer keuangan
harus bekerja sama dengan para manajer lain yang ikut bertanggung jawab atas
perencanaan umum perusahaan.
2. Kedua, manajer keuangan harus memusatkan perhatian pada berbagai keputusan
investasi dan pembiayaan, serta segala hal yang berkaitan dengannya.
3. Ketiga, manajer keuangan harus bekerja sama dengan para manajer lain di
perusahaan agar perusahaan dapat beroperasi seefisien mungkin
4. Keempat, menyangkut penggunaan pasar uang dan pasar modal, manajer
keuangan menghubungkan perusahaan dengan pasar keuangan, di mana dana
dapat diperoleh dan surat berharga perusahaan dapat diperdagangkan.
Dari ke empat aspek tersebut dapat disimpulkan bahwa tugas pokok manajer keuangan
berkaitan dengan keputusan investasi dan pembiayaannya. Dalam menjalankan
fungsinya, tugas manajer keuangan berkaitan langsung dengan keputusan pokok
perusahaan dan berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
B. Fungsi dan Tanggung Jawab Manajer Keuangan
Manajer Keuangan mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap apa yang
telah dilakukannya. Ada pun keputusan keuangan yang menjadi tanggung jawab
manajer keuangan dikelompokkan ke dalam tiga (3) jenis:
1. Mengambil keputusan investasi (investment decision)
Menyangkut masalah pemilihan investasi yang diinginkan dari sekolompok
kesempatan yang ada, memilih satu atau lebih alternatif investasi yang dinilai
paling menguntungkan.
2. Mengambil keputusan pembelanjaan (financing decision)
Menyangkut masalah pemilihan berbagai bentuk sumber dana yang tersedia
untuk melakukan investasi, memilih satu atau lebih alternatif pembelanjaan yang
menimbulkan biaya paling murah.
3. Mengambil keputusan dividen (dividend decision)
Menyangkut masalah penentuan besarnya persentase dari laba yang akan
dibayarkan sebagai dividen tunai kepada para pemegang saham, stabilitas
pembayaran dividen, pembagian saham dividen dan pembelian kembali sahamsaham.
Keputusan-keputusan tersebut harus diambil dalam kerangka tujuan yang
seharusnya dipergunakan oleh perusahaan yaitu memaksimumkan nilai perusahaan.
Nilai perusahaan adalah harga yang terbentuk seandainya perusahaan dijual. Apabila
perusahaan “go public” maka nilai perusahaan ini akan dicerminkan oleh harga
saham perusahaan tersebut. Dengan meningkatnya nilai perusahaan, maka pemilik
perusahaan menjadi lebih makmur sehingga mereka menjadi lebih senang.
12/10/2007 Noorlaily F/ IMAN/Matrikulasi 4
Assets Liabilities & Equity
Current assets Current Liabilities
Fixed assets Long-term debt
Preferred Stock
Common Equity
The investment decision
Gambar I.1 Keputusan Investasi
12/10/2007 Noorlaily F/ IMAN/Matrikulasi 5
Assets Liabilities & Equity
Current assets Current Liabilities
Fixed assets Long-term debt
Preferred Stock
Common Equity
The financing decision
Gambar I.2 Keputusan Pembelanjaan
C. Kedudukan Manajer Keuangan Dalam Struktur Organisasi Perusahaan
Di dalam perusahaan yang besar bidang keuangan dipimpin oleh seorang
manajer keuangan (chief funancial manager). Manajer keuangan atau sering disebut
direksi keuangan melaporkan secara langsung kepada direktur keuangan atau
presiden direktur.
Sedangkan di dalam departemen keuangan dalam suatu perusahaan dibagi lagi
ke dalam beberapa bagian/divisi yang dipunyai oleh seorang kepada divisi meliputi:
1. Divisi anggaran, bertanggung jawab untuk mempersiapkan dan memperbaiki
bugdet operasi (operating bugdet)
2. Divisi penganggaran modal (capital budgeting) yang bertanggung jawab untuk
mempersiapkan analisis pengeluaran modal
3. Divisi perencanaan keuangan, yang bertanggung jawab untuk mengambil
alternatif pemenuhan kebutuhan dana jangka panjang
4. Divisi perencanaan keuangan jangka pendek, yang bertanggung jawab terhadap
pemenuhan kebutuhan dana jangka pendek, serta investasi jangka pendek pada
surat berharga (marketable securities)
5. Divisi kredit, bertanggung jawab untuk menentukan kredit yang akan diberikan
kepada langganan, disamping itu divisi ini juga bertanggung jawab dalam
negoisasi dengan kreditor (lembaga keuangan Bank dan bukan Bank)
6. Divisi hubungaan masyarakat (human relation), bertanggung jawab terhadap
pembentukan image/komunikasi antara perusahaan, pemegang saham, para
investor dan masyarakat keuangan secara umum.
D. Tujuan dari Manajemen Keuangan (The Main Objective of Financial
Management)
Tujuan manajemen keuangan adalah memaksimumkan kemakmuran pemegang
saham atau memaksimumkan nilai perusahaan, bukan memaksimumkan profit. Arti
memaksimumkan profit, berarti mengabaikan tanggung jawab social, mengabaikan
risiko, dan berorientasi jangka pendek. Sedangkan arti memaksimumkan kemakmuran
pemegang saham atau nilai perusahaan sebagai berikut:
1. Berarti memaksimumkan nilai sekarang (present value) semua keuntungan di masa
datang yang akan diterima oleh pemilik perusahaan.
2. Berarti lebih menekankan pada aliran hasil bukan sekedar laba bersih dalam
pengertian akuntansi.
Kelebihan tujuan memaksimumkan nilai perusahaan/kemakmuran pemegang
saham adalah secara konseptual jelas sebagai pedoman di dalam pengambilan
keputusan yang memprtimbangkan faktor risiko. Dalam pencapaian tujuan tersebut,
manajemen keuangan harus dapat menyeimbangkan kepentingan pemilik, kreditor,
dan pihak lain yang berkaitan dengan perusahaan.
Memaksimumkan kemakmuran pemegang saham/pemilik perusahaan tidak
mengingkari adanya social objectives dan kewajiban sosial. Tanggung jawab sosial
adalah satu aspek penting dari tujuan perusahaan, maksudnya:
1. Keberhasilan memaksimumkan nilai perusahaan akan memberikan sumbangan
yang berarti kepada lingkungan sosial secara keseluruhan.
2. Pengaruh (dampak) lingkungan eksternal seperti polusi, keselamatan kerja,
keamanan produk juga harus diperhitungkan.
3. Kepekaan terhadap faktor eksternal merupakan salah satu syarat penting agar
perusahaan tetap dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan.
4. Perusahaan harus dapat memaksimumkan kemakmuran pemegang saham dalam
kendala legal dan sosial dan bertanggung jawab terhadap perubahan lingkungan.
E. Lingkungan Keuangan
Aspek lingkungan yang penting dipahami para manajer keuangan adalah sektor
keuangan di bidang perekonomian, yang terdiri dari pasar keuangan (financial
markets), lembaga keuangan (financial institutions) dan instrumen keuangan
(financial instruments).
1. Pasar keuangan, menunjukkan pertemuan antara permintaan dan penawaran akan
aktiva finansial (financial asset) atau sering disebut sebagai sekurities. Sekurities
adalah secarik kertas (surat) yang mempunyai nilai pasar karena surat tersebut
menunjukkan klaim atas aktiva riil perusahaan (misalnya mesin-mesin, pabrik,
bahan baku, barang dagangan, merek dagang, dll.)
2. Lembaga keuangan yaitu lembaga yang berperan sebagai lembaga intermediari
(financial intermediation) dengan mempertemukan unit surplus dengan unit
defisit. Contoh lembaga keuangan dalam sistem moneter adalah Bank sentral,
Bank pencipta uang giral/bank umum. Lembaga keuangan dan di luar sistem
moneter (bank bukan pencipta uang giral/BPR), lembaga pembiayaan,
perusahaan asuransi, dana pensiun, lembaga di bidang pasar modal, dll.
3. Instrumen Keuangan, contohnya adalah uang, saham, hutang, dan surat berharga
di pasar uang dan pasar modal lainnya.
Direct Transaction
Gambar I.1 Lembaga-lembaga Pemilik Dana dan Pembutuh Dana
F. Masalah Keagenan
Yang disebut masalah keagenan atau Agency Problem adalah konflik yang timbul
antara pemilik, karyawan, dan manajer perusahaan di mana ada kecenderungan manajer
lebih mementingkan tujuan individu daripada tujuan perusahaan. Agency problem
muncul terutama apabila perusahaan menghasilkan free cash flows yang sangat besar
(Jensen, 1992, dalam Agus Sartono, 1998). Free cash flows adalah aliran kas bersih yang
tidak dapat diinvestasikan kembali karena tidak tersedia kesempatan investasi yang
profitable.
Masalah keagenan dapat timbul antara:
1. Pemegang saham dengan manajer (sering terjadinya perbedaan kepentingan
antara pemegang saham dan manajer, sehingga untuk meminimalisasinya pemilik
biasanya memberikan fasilitas yang bagus dan kadang juga berupa saham kepada
manajer,agar manajer bertindak seperti sebagai pemegang saham)
Suppliers of
funds
(investor)
Financial Institutions
Banks
Savings and Loans
Savings Banks
Credit Unions
Insurance
Companies
P i F d Demanders of
Funds
(issuer)
Financial Market
Money Market(Short
term)
Capital Market(Long
2. Manajer dengan kreditor (misalnya, ketika perusahaan sudah dalam keadaan
pailit, dan kreditor menginginkan perusahaan dilikuidasi, tapi manajer masih
berusaha untuk mempertahankan perusahaan dan berusaha untuk
memperbaikinya)
3. Manajer, pemegang saham dan kreditor dalam kasus perusahaan menghadapi
kesulitan keuangan
Dalam upaya meminimumkan agency problem diperlukan biaya yang disebut agency
costs dan tercermin dalam empat alternatif:
1. Pengeluaran untuk monitoring seperti halnya biaya untuk pemeriksaan akuntansi
dan prosedur pengendalian intern.
2. Pengeluaran insentif sebagai kompensasi untuk manajemen atas prestasi yang
konsisten – memaksimumkan nilai perusahaan. Bentuk insentif yang umum
adalah stock option yaitu pemberian hak kepada manajemen untuk membeli
saham perusahaan di masa yang akan datang dengan harga yang telah ditentukan.
3. Bentuk yang kedua adalah performance shares yaitu pemberian saham kepada
manajemen atas pencapaian tujuan –pencapaian tingkat return tertentu. Bentuk
insentif lain adalah cash bonus atau bonus kas yang dikaitkan dengan pencapaian
tujuan tertentu.
4. Fidelity bond adalah kontrak antara perusahaan dengan pihak ketiga di mana
pihak ketiga –bonding company – setuju untuk membayar perusahaan jika
manajer berbuat tidak jujur sehingga menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
5. Golden parachetus dan poison pill dapat dipergunakan pula untuk mengurangi
konflik antara manajemen dan pemegang saham. Golden parachutes adalah suatu
kontrak antara manajemen dan pemegang saham yang menjamin bahwa
manajemen akan mendapat kompensasi sejumlah tertentu apabila perusahaan
dibeli oleh perusahaan lain atau terjadi perubahan pengendalian perusahaan.
Poison pill adalah usaha pemegang saham untuk menjaga agar perusahaan tidak
diambil alih oleh perusahaan lain.
G. Pertanyaan
1. Jelaskan fungsi utama manajer keuangan?
2. What is the difference between stock price maximization, firm value maximization and
stockholder wealth maximization
3. Jelaskan pengertian agency problem dan agency costs.
selengkapnya...

Perbandingan Antara Akutansi Konvensional dan Syariah

Menggeliatnya perkembangan sistem Ekonomi Islam pada masa kini seolah menjadi "amunisi" baru bagi para pengamat dan pelaku ekonomi. Sistem ekonomi konvensional (termasuk di dalamnya akuntasi) terbukti tidak mampu lagi bisa menjawab persoalan-persoalan ekonomi yang muncul yang semakin lama semakin kompleks. Ilmu ekonomi konvensional yang kelihatannya anggun ternyata dibangun dengan pondasi yang rapuh.

Hal ini didasarkan pada falsafahnya, materialisme, yang memandang manusia hanya sebagai suatu realitas material yang ternyata kosong dari ruh manusia itu sendiri. Asumsi-asumsi yang dijadikan landasan analisisnya hanya berpijak pada pandangan dunia yang sempit karena semua diukur dari aspek kebendaan.1 Ada sisi lain yang selama ini ditinggalkan dan diabaikan. Hal ini menyebabkan ketidak seimbangan psikologis, spiritualis dan filosofis pada diri manusia sehingga apapun yang dihasilkan tidak akan dapat mendatangkan kebahagiaan yang sejati.

Akutansi modern yang bersifat value-free sebagai salah satu bagian dari sistem ekonomi selama ini juga dirasakan hanya berpihak pada sebagian kecil dari pelaku ekonomi saja. Pengaruh stockholders dirasa begitu kuat dan dominan sehingga laporan keuangan lebih banyak diperuntukkan bagi kepentingan mereka yang memiliki modal dan mengabaikan tujuan dasar dari akutansi itu sendiri yaitu memberikan informasi dan akuntabilitas (kekuatan untuk dipertanggungjawabkan) terhadap kondisi riil yang ada kepada publik sebagai obyek, pihak yang juga punya hak untuk mempertanyakannya. Ia mempunyai celah yang lebar dan luas untuk dipermainkan untuk kepentingan satu pihak.

Tulisan ini mencoba membandingkan formasi pertanggungjawaban (akuntabilitas) sebagai salah satu tujuan dasar dalam akutansi menurut kaca mata konvensional dan shari'ah.
Pembahasan

Akutansi dalam bentuk sederhana dipahami sebagai bentuk laporan terhadap publik yang mempunyai keterkaitan dengan informasi yang disampaikan. Dalam perkembangannya, akutansi secara konvensional dipahami sebagai satu set prosedur rasional yang digunakan untuk menyediakan informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan dan pengendalian. Akutansi dalam pemahaman ini berfungsi sebagai benda mati yang paten seperti teknologi yang konkret, tangible, dan value-free.2 Mereka berargumentasi bahwa akutansi harus memiliki standar paten yang berlaku secara umum di semua organisasi, tidak bisa dipengaruhi oleh kondisi lokal yang bisa menyebabkan keberagaman model akutansi dan harus bebas nilai (value-free). Karena akutansi yang tidak bebas nilai/sarat nilai (non-value-free) bisa menyulitkan dalam memahami informasi yang disampaikan. Oleh karena itu, pendukung akutansi model ini memilih untuk melakukan harmonisasi dalam praktek akutansi.3 Inilah yang selanjutnya dijadikan dasar dan ruh oleh akutansi ala Amerika (modern) sehingga tidak mengherankan corak kapitalis muncul dalam praktik riilnya karena semuanya mengarah pada batasan memberikan informasi semata tanpa adanya spirit tanggung jawab (ataupun jika ada, ia hanya bersifat horisontal bukan horisontal dan vertikal).

Akutansi sebagai aspek penting dalam dunia bisnis dianggap telah kehilangan jati dirinya. Ia menjadi tidak berdaya dan mau tidak mau tergilas dan terseret oleh kapitalis. Karena mesekipun pada awal kemunculannya, ia (akutansi) terbentuk oleh lingkungannya (socially constructed) namun ia punya potensi untuk dapat pula berbalik mempengaruhi limgkungannya (socially constructing). Ini jelas sangat berbahaya bagi masa depan akutansi sendiri dan peradaban manusia. Akhirnya dapat dijadikan sebuah kepastian bahwa akutansi bukanlah suatu bentuk ilmu pengetahuan dan praktek yang bersifat tidak bebas nilai (non-value-free), tetapi sebaliknya ia adalah disiplin dan praktek yang bebas dengan nilai (value-free).4

Dalam laporan keuangan menurut APB Statement no. 4 yang berjudul Basic Concepts and Accounting Principles Underlying Financial Statements Business Enterprises, disebutkan tujuan umum laporan ini adalah:

1. Memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber-sumber ekonomi dan kewajiban perusahaan.
2. Memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber kekayaan bersih yang berasal dari kegiatan usaha dalam mencari laba.
3. Memberikan informasi keuangan yang dapat digunakan untuk menaksir potensi perusahaan dalam menghasilkan laba.
4. Memberikan informasi yang diperlukan lainnya tentang perubahan harta dan kewajiban.
5. Mengungkapkan informasi relevan lainnya yang dibutuhkan para pemakai laporan.

Dari kelima tujuan umum di atas, semuanya hanya berorientasi pada pemberian informasi kuantitatif yang berguna bagi pemakai-khususnya pemilik dan kreditur-dalam proses pengambilan keputusan dan kebijakan selanjutnya.5

Dalam Trueblood Committee Report juga dinyatakan bahwa tujuan utama dari laporan keuangan adalah memberikan informasi yang berguna untuk mengambil keputusan. Tujuan yang sama juga terdapat dalam Conceptual Framework dari FASB, PSAK dan lainnya.

Dari beberapa tujuan laporan keuangan tersebut, nampak jelas bahwa akutansi konvensional sangat dipengaruhi oleh konsep kapitalis, karena perhatian utamanya adalah hanya sebatas memberikan informasi yang bertumpu pada kepentingan stockholders dan entity-nya6 dan belum sampai pada taraf akuntabilitas, kalaulah ada, maka hanya sebatas hubungan yang bersifat horisontal (hablum min al-nas).

Akutansi shari'ah yang berbasiskan ruh ilahi adalah merupakan bagian dari Islamisasi sains dan pengetahuan yang berangkat dari kegagalan paradigma sains dan pengetahuan modern yang berbasiskan value-free sehingga banyak mendatangkan dampak negatif terhadap perkembangan peradaban manusia. Dampak ini muncul sebagai konskuensi logis dari dasar filsafat keilmuan yang bersifat metafisika, epistimologis dan aksiologis yang masih masif dan kering dengan nilai-nilai etik dan moral sehingga dalam tataran aksiologinya seringkali menafikan kemashlahatan manusia7 karena dipisahkannya agama dengan segala yang berkaitan dengan urusan dunia (sekuler).

Usaha untuk memberikan "warna lain" agar tercipta validitas data dan tujuan, akhirnya muncul dengan memberikan warna religius pada ilmu ekonomi, termasuk akutansi. Islamisasi akutansi inilah yang kemudian banyak dikenal dengan sebutan akutansi shari'ah. Dengan akutansi shari'ah ini berarti akutansi tidak lagi value-free, tetapi berubah menjadi sarat dengan nilai-nilai ibadah (non-value-free).

Akuntansi shari'ah memandang bahwa kedua tujuan dasar dari akutansi yaitu memberikan informasi dan akuntabilitas dianggap sebagai suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya dan inilah yang menjadikan perbedaan besar dengan tujuan dasar akutansi konvensional. Ia (akutansi shari'ah) melihat bahwa akutansi bisa benar-benar berfungsi sebagai alat "penghubung" antara stockholders, entity dan publik dengan tetap berpegangan pada nilai-nilai akuntansi dan ibadah syari'ah sehingga informasi yang disampaikan bisa benar-benar sesuai dengan kondisi riil tanpa ada rekayasa dari pihak manapun sehingga ada "nilai ibadah" secara individu bagi stockholders dan para akuntan dan "ibadah sosial" bagi terciptanya peradaban manusia yang lebih baik. Bukankah Allah telah menyatakan:
أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

"Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu nyatakan dan yang kamu rahasiakan), dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui".8

Untuk selanjutnya segala keputusan dan kebijakan yang diambil berdasarkan laporan akuntan diharapkan bisa menjadi "ibadah lanjutan" dari "ibadah" sebelumnya. Hal ini sesuai dengan firman-Nya:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

"Dan tidaklah kami ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah".9

Mengapa bisa demikian? Karena akutansi shari'ah menandang bahwa organisasi ini sebagai interprise theory, di mana keberlangsungan hidup sebuah organisasi tidak hanya ditentukan oleh pemilik perusahaan (stockholders) saja tetapi juga pihak lain yang turut memberikan andil: pekerja, konsumen, pemasok, akuntan, dll.10 Bahkan Iwan Triyuwono memasukkan partisipan lain yang secara tidak langsung (indirect participant) untuk memberikan kontribusi sebagai distribusi nilai tambah dan juga memasukkan unsur alam ke dalamnya.11

Dengan berlandaskan al-Qur'an, as-Sunnah dan ayat kauniyah, akutansi shari'ah memandang bahwa tujuan dasar dari akuntabilitas dalam prakteknya bukanlah sekedar akuntabilitas yang bersifat horisontal saja (hablum min al-nas) saja tapi juga sebagai akuntabilitas yang bersifat vertikal, bisa dipertanggung jawabkan kepada Tuhannya (hablum min al-Allah). Karena semua manusia termasuk di dalamnya para stockholders dan akuntan adalah merupakan wakil Allah (Khalifatullah fi al-ard) yang mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu kepada "Raja"nya dan mereka sudah seharusnya memberikan pertanggungjawaban kepada "Sang Raja".
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً

"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".12

إِنَّ السَّاعَةَ ءَاتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيهَا لِتُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا تَسْعَى

"Sesungguhnya saat (hari kiamat) akan datang. Aku dengan sengaja merahasiakan (waktu)nya. Agar setiap jiwa diberi balasan (dan ganjaran) sesuai dengan hasil usahanya".13

يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

"Pada hari itu yang menjadi saksi atas mereka adalah lidah, tangan dan kaki mereka, menyangkut apa yang dahulu mereka lakukan".14

Laporan keuangan yang berbasiskan shari'ah mempunyai "ruang dan peluang" tersendiri untuk bisa dipertanggungjawabkan baik secara horisontal dan vertikal. Karena ia diikat oleh aturan aturan baku akutansi (shari'ah) dan juga diikat oleh aturan-aturan agama sebagai basis dan ruh dari sifat akutansi shari'ah itu sendiri. Jelasnya, akutansi shari'ah mempunyai kelebihan "keterpercayaan" dan akuntabel dalam penyampaian informasi dan akuntabilitas keakuratannya sehingga keputusan maupun kebijakan yang akan diambil bisa benar-benar dipertimbangkan karena sesuai dengan kondisi riil sebenarnya dibandingkan akutansi konvensional.
Kesimpulan

Tujuan dasar akuntansi sebagai alat penyampai informasi dan akuntabilitas hanya benar-benar bisa tercapai apabila akuntansi dan para akuntan itu sendiri diikat oleh "seperangkat aturan" yang mempunyai nilai lebih dari sekedar seperangkat aturan ciptaan manusia. Akutansi modern yang bersifat value-free ternyata tidak bisa menyelesaikan persoalan-persoalan yang makin kompleks karena sifatnya yang harus bebas nilai. Ia masih mempunyai celah yang lebar untuk direkayasa demi kepentingan satu pihak karena tidak adanya spirit dan ruh yang jelas untuk dipedomani.

Akutansi shari'ah telah memberikan nilai pencerahan dan menyelamatkan masa depan akutansi. Karena Islam mendudukkan pada setiap pekerjaan dalam sebuah organisasi ataupun individu dengan nilai "ibadah". Ibadah dalam bentuk individu akan berbuah pada ibadah sosial. Ibadah sosial akan membentuk individu-individu yang beribadah. Sehingga tujuan dasar dari akutansi sebagai alat penyampai informasi bisa benar-benar mempunyai nilai akuntabilitas yang tinggi dan bisa diambil kebijakan selanjutnya dalam pengendalian sebuah organisasi yang dilaporkan. Ini bukan suatu kemustahilan.
Bibliografi

Antonio, Syafi'i, M.,
Bank Syari'ah Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001.
Arifin, Syamsul, Agus Purwadi dan Khoirul Habib,
Spiritualisasi Islam dan Peradaban Masa Depan, Yogyakarta: Sipress, 1996.
Harahap, Sofyan Syafri,
Akutansi Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2001.
Muhammad,
Manajemen Bank Syari'ah, Yogyakarta: AMP YKPN, tt.
_________,
Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, Yogyakarta: UII Press, 2000.
_________,
Teori Akutansi, Jakarta: PT Raja Grafindo, 1999.
Tiyuwono, Iwan,
Organisasi dan Akutansi Syari'ah, Yogyakarta: LkiS, 2000.
_________,
"Akutansi Syari'ah dan Koperasi Mencari Bentuk dalam Metafora Amanah"' Jurnal Akutansi dan Auditing Indonesia, vol I no. 1, Mei 1997.
__________,
Sinergi Oposisi Biner: Formulasi Tujuan Dasar Laporan Keuangan Akutansi Shari'ah, disampaikan dalam Simposium Nasional 1 Ekonomi Islami oleh Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam FE-UI, 2002.

1 M. Syafi'i Antonio, Bank Syari'ah Dari Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani, 2001), 252.

2 Iwan Triyuwono, "Akutansi Syari'ah dan Koperasi Mencari Bentuk dalam Metafora Amanah" Jurnal Akutansi dan Auditing Indonesia, vol I no. 1, Mei 1997, 3-4.

3 Akutansi dan ..., 27.

4 Lihat Iwan Triyuwono, Organisasi dan Akutansi Syari'ah (Yogyakarta: LkiS, 2000), xiv.

5 Sofyan Syafri Harahap, Teori Akutansi (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1999), 98-99.

6 Stockholders adalah pemilik perusahaan atau pemegang saham perusahaan. Entity adalah perusahaan sebagai sebuah entitas yang terlepas dari stockholders.

7 Syamsul Arifin, Agus Purwadi dan Khoirul Habib, Spiritualisasi Islam dan Peradaban Masa Depan (Yogyakarta: Sipress, 1996), 76-77.

8 Q.S al-Mulk, 14.

9 Q.S al-Dzariat, 56.

10 Lihat: Sofyan Syafri Harahap, Akutansi Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2001), 154-155.

11 Lihat Iwan Triyuwono, Sinergi Oposisi Biner: Formulasi Tujuajn Dasar Laporan Keuangan Akutansi Shari'ah, disampaikan dalam Simposium Nasional 1 Ekonomi Islami oleh Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam FE-UI, 2002.

12 Q.S al-Baqarah 30.

13 Q.S Thaha, 15.

14 Q.S al-Nur, 24.

Penulis: M. Aqim Adlan
Penulis adalah guru Madrasah Aliyah Tribakti (Lirboyo) Kediri.
selengkapnya...