Senin, September 28, 2009

Pengantar Manajemen Investasi (Manajemen Investasi Syariah Bag. 1)


Oleh: Muhammad Budi Setiawan

Semakin pesatnya perkembangan bisnis syariah di Indonesia, maka peluang yang dihadapi oleh para pelaku bisnis syariah dalam mengembangkan sumber daya masyarakat adalah sosialisasi mengenai mekanisme, transaksi dan operasionalisasi pada dunia bisnis tersebut. Sehingga bisnis syariah yang telah ada dapat berkembang dengan maksimal. Hal inilah yang menjadi tantangan pada bisnis syariah di Indonesia. Dimana mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim, oleh karena itu partisipasi dari masyarakat sangat diperlukan.

Sementara tantangan dan ganjalan yang dihadapi dalam investasi syariah adalah konsep bagi hasil yang tidak mampu memberikan patokan tingkat penghasilan yang pasti. Pintar tidaknya sang pengelola dana akan menjadi ukuran sekaligus berdampak pada hasil yang bisa diperoleh investor. Disadari bahwa instrumen investasi syariah masih terbatas, sehingga kemampuan pengelola dana dalam mengatur portofolionya juga harus piawai. Diversifikasi investasi yang terbatas jelas akan menyulitkan pengelola dana. Oleh karena itu, investasi syariah mempunyai risiko yang lebih tinggi.

Secara umum dapat dikatakan bahwa syariah menghendaki kegiatan ekonomi yang halal, baik produk yang menjadi objek, cara perolehannya, maupun cara penggunaannya. Selain itu, prinsip investasi syariah juga harus dilakukan tanpa paksaan (ridha), adil dan transaksinya berpijak pada kegiatan produksi dan jasa yang tidak dilarang oleh Islam, termasuk bebas manipulasi dan spekulasi.

Dari sini dapat diasumsikan bahwa bentuk investasi syariah dalam membangun ekonomi nasional harus diperhitungkan, karena tingkat perkembangannya yang relatif cepat. Demi terpenuhinya peluang dan tantangan tersebut, maka harus dirumuskan dan disosialisasikan mengenai manajemen investasi syariah, sehingga partisipasi masyarakat dalam bisnis ini juga akan meningkat.

Membahas manajemen investasi, maka ruang lingkupnya akan terlalu luas, sehingga penulis membatasi pembahasan pada tinjauan teoritis manajemen investasi syariah di Indonesia. Baik deposito syariah, pasar modal syariah serta reksadana syariah. Dimana masih ada hubungan signifikan dengan praktik investasi yang terjadi di lapangan.

A. Teori Manajemen Investasi

Secara umum investasi berarti penundaan konsumsi saat ini untuk konsumsi di masa yang akan datang. Dengan pengertian bahwa investasi adalah menempatkan modal atau dana pada suatu asset yang diharapkan akan memberikan hasil atau akan meningkatkan nilainya di masa yang akan datang. Dari sini, investasi berarti diawali dengan mengorbankan potensi konsumsi saat ini untuk mendapatkan peluang yang lebih baik atau besar di masa yang akan datang.

Berikut karakteristik investasi:

1. Modal sebagai penentu keputusan
2. Waktu yang tepat untuk mengambil keputusan

Karena investasi adalah hubungan keputusan pada pilihan keuangan atas modal/dana dengan waktu.

Macam-macam Investasi

* Real Investment

Real investment adalah investasi yang berhubungan dengan bisnis di sektor riil. Dimana aspek ini lebih didominasi oleh industri perbankan.

* Financial Investment

Sementara Financial Investment adalah investasi yang dilakukan pada aspek keuangan. Seperti obligasi, saham, reksadana, dan pasar modal.

Konsep Dasar Investasi

* Pengaruh Waktu dan Pilihan

Hasil investasi merupakan akibat dari pilihan investasi atau jenis atas modal yang diinvestasikan dan jangka waktu investasinya.

* Prinsip Compounding

Compounding adalah menempatkan kembali hasil investasi kedalam pokok untuk mendapatkan hasil ganda.

* Risk – Return Trade Off

Keuntungan dari cash flows dan atau hasil penjualan harta atau aset investasi adalah merupakan hasil investasi. Dimana risikonya terletak pada deviasi antara hasil yang diharapkan dengan kenyataan yang terjadi. Hal inilah yang kemudian menjadikan konsep dasar investasi. Yaitu semakin tinggi keuntungan berarti semakin tinggi risiko yang mungkin akan dihadapi. Yang menjadikan investasi harus menentukan langkah memaksimalkan keuntungan dengan menekan risiko serendah-rendahnya.

* Pilihan yang Rasional

Dalam menentukan pilihan rasional seorang investor harus mencari hasil terbaik dengan risiko terendah.

* Diversifikasi

Pemikiran ini didasarkan pada prinsip peluang bisnis, yang menjelaskan bahwa setiap usaha mempunyai peluang bisnis yang berbeda-beda.

* Waktu Investasi

Penentuan waktu investasi adalah elemen yang paling kritis terhadap keberhasilan investasi. Praktik penentuan waktu ada beberapa teori:

1. Waktu memulai investasi
2. Masa investasi
3. Waktu mengalihkan investasi

Strategi mengatasi permasalahan waktu adalah dengan melakukan investasi secara berkala dengan nilai tertentu.

B. Investasi dalam Perspektif Islam

Investasi merupakan bentuk aktif dari ekonomi syariah. Sebab setiap harta ada zakatnya, jika harta tersebut didiamkan maka lambat laun akan termakan oleh zakatnya. Salah satu hikmah dari zakat ini adalah mendorong untuk setiap muslim menginvestasikan hartanya. Harta yang diinvestasikan tidak akan termakan oleh zakat, kecuali keuntungannya saja.

Dalam investasi mengenal harga. Harga adalah nilai jual atau beli dari sesuatu yang diperdagangkan. Selisih harga beli terhadap harga jual disebut profit margin. Harga terbentuk setelah terjadinya mekanisme pasar.

Suatu pernyataan penting al-Ghozali sebagai ulama’ besar adalah keuntungan merupakan kompensasi dari kepayahan perjalanan, risiko bisnis dan ancaman keselamatan diri pengusaha. Sehingga sangat wajar seseorang memperoleh keuntungan yang merupakan kompensasi dari risiko yang ditanggungnya.

Ibnu Taimiah berpendapat bahwa penawaran bisa datang dari produk domestik dan impor. Perubahan dalam penawaran digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan, sedangkan permintaan sangat ditentukan harapan dan pendapatan. Besar kecilnya kenaikan harga tergantung besarnya perubahan penawaran dan atau permintaan. Bila seluruh transaksi sudah sesuai dengan aturan, kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak Allah SWT.

C. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam dalam Investasi

Prinsip-prinsip Islam dalam muamalah yang harus diperhatikan oleh pelaku investasi syariah (pihak terkait) adalah:

1. Tidak mencari rizki pada hal yang haram, baik dari segi zatnya maupun cara mendapatkannya, serta tidak menggunakannya untuk hal-hal yang haram.
2. Tidak mendzalimi dan tidak didzalimi.
3. Keadilan pendistribusian kemakmuran.
4. Transaksi dilakukan atas dasar ridha sama ridha.
5. Tidak ada unsur riba, maysir (perjudian/spekulasi), dan gharar (ketidakjelasan/samar-samar).

Berdasarkan keterangan di atas, maka kegiatan di pasar modal mengacu pada hukum syariat yang berlaku. Perputaran modal pada kegiatan pasar modal syariah tidak boleh disalurkan kepada jenis industri yang melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diharamkan. Pembelian saham pabrik minuman keras, pembangunan penginapan untuk prostitusi dan lainnya yang bertentangan dengan syariah berarti diharamkan.

Semua transaksi yang terjadi di bursa efek harus atas dasar suka sama suka, tidak ada unsur pemaksaan, tidak ada pihak yang didzalimi atau mendzalimi. Seperti goreng-menggoreng saham. Tidak ada unsur riba, tidak bersifat spekulatif atau judi dan semua transaksi harus transparan, diharamkan adanya insider trading.

D. Analisis Fiqh

Istilah mudharabah merupakan istilah yang paling banyak digunakan oleh bank-bank syariah. Prinsip ini juga dikenal sebagai qiradh atau muqaradah.

Mudharabah adalah perjanjian atas suatu jenis perkongsian, dimana pihak perama (shahibul maal) menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib) bertanggungjawab atas pengelolaan usaha.

Orang-orang Madinah meyebut kontrak jenis ini dengan sebutan muqaradah, dimana perkataan ini diambil dari perkataan qard yang berarti menyerahkan. Dalam hal ini pemilik modal akan menyerahkan modalnya kepada pengusaha. Keuntungan hasil usaha dibagikan sesuai dengan nisbah bagi hasil untung/rugi yang telah disepakati bersama sejak awal. Kalau rugi, maka pemilik modal akan kehilangan sebagian imbalan dari hasil kerja keras dan manajerial skil selama proyek berlangsung.

Mudharabah adalah suatu kerjasama kemitraan yang terdapat pada zaman jahiliah yang diakui oleh Islam. Di antara orang yang melakukan kegiatan mudharabah ialah Nabi Muhammad SAW sebelum beliau menjadi Rasul. Beliau bermudharabah dengan calon istrinya Khadijah dalam melakukan perniagaan antara Negeri Makkah dengan Negeri Syam.

Dalam transaksi mudharabah harus memenuhi rukun mudharabah meliputi, yaitu:

1. Shahibul maal (pemilik dana/nasabah).
2. Mudharib (pengelola dana/pengusaha/bank), amal (usaha/pekerjaan).
3. Ijab dan Qabul.

Dilihat dari kuasa yang diberikan kepada pengusaha, mudharabah terbagi menjadi 2 jenis, yaitu sebagai berikut:

1. Mudharabah Muthlaqah (investasi tidak terikat) yaitu pihak pengusaha diberi kuasa penuh untuk menjalankan proyek tanpa larangan/gangguan apapun urusan dalam proyek tersebut, dan tidak terikat dengan waktu, tempat, jenis, perusahaan, pelanggan. Investasi tidak terikat ini pada usaha perbankan syariah diaplikasikan pada tabungan dan deposito.
2. Mudharabah Muqayyadah (investasi terikat) yaitu pemilik dana (shahibul maal) membatasi/memberi syarat kepada mudharib dalam pengelolaan dana seperti, hanya untuk melakukan mudharabah bidang tertentu, cara, waktu, dan tempat tertentu saja. Bank dilarang mencampurkan rekening investasi terikat dengan dana bank atau dana rekening lainnya pada saat investasi.

Pada transaksi ini bank dilarang untuk menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan tanpa penjamin atau jaminan. Bank diharuskan melakukan investasi sendiri tidak melalui pihak ketiga. Jadi, dalam investasi terikat ini pada prinsipnya kedudukan bank sebagai agen saja, dan atas kegiatannya tersebut bank menerima imbalan berupa fee.

Pada pola investasi terikat dapat dilakukan dengan cara channelling dan executing, yakni:

1. Channelling, apabila semua risiko ditanggung oleh pemilik dana dan bank sebagai agen tidak menanggung risiko apapun.
2. Executing, apabila bank sebagai agen juga menanggung risiko dan hal ini banyak yang menganggap bahwa investasi terikat executing ini sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip mudharabah, namun dalam akuntansi perbankan syariah diakomodir karena dalam praktiknya pola ini dijalankan oleh bank syariah.


Oleh: Muhammad Budi Setiawan

Aktivitas perdagangan dan usaha yang sesuai dengan syariah adalah kegiatan usaha yang tidak berkaitan dengan produk atau jasa yang haram seperti makanan haram, perjudian atau kemaksiatan. Selain itu juga menghindari cara perdagangan dan usaha yang dilarang, termasuk yang tergolong praktik riba, gharar dan maysir.

Kenyataannya tidak semua aktivitas perdagangan dan usaha memenuhi ketentuan syariah. Untuk itu fatwa ulama diperlukan guna memastikan pemenuhan kualifikasi tersebut. Fatwa mengenai halal-haram transaksi keuangan syariah di Indonesia ditetapkan Majelis Ulama Indonesia melalui Dewan Syariah Nasional (DSN) dengan bantuan tenaga praktisi dan penerapannya dilaksanakan dengan bantuan Dewan Pengawas Syariah (DPS).

Salah satu tonggak penting dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia adalah beroperasinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992. Perbankan syariah semakin marak setelah diterbitkan UU No 10/1998 yang memungkinkan perbankan menjalankan dual banking system atau bank konvensional dapat mendirikan divisi syariah. Dengan adanya Undang-undang tersebut bank-bank konvensional mulai melirik dan membuka unit usaha syariah. Tak heran jika perkembangan perbankan syariah cukup pesat.

Faktor utama yang mendukung perkembangan ekonomi syariah di Indonesia di masa mendatang adalah jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas muslim. Selain itu adanya peningkatan kesadaran umat Islam dalam berinvestasi sesuai syariah. Mengingat begitu pentingnya investasi sebagai salah satu perilaku ekonomi, maka menjadi penting pula pemahaman mengenai teori dan praktik investasi tersebut. Berikut uraian dari teori dan praktik investasi syariah.

A. Bentuk-bentuk Investasi Syariah

1. Deposito Syariah
Dalam operasionalisasi di dunia perbankan, transaksi ini mempunyai karakteristik tersendiri, yaitu:

* Kedua belah pihak yang mengadakan kontrak antara pemilik dana dan mudharib akan menentukan kapasitas baik sebagai nasabah maupun pemilik. Di dalam akad tercantum pernyataan yang harus dilakukan kedua belah pihak yang mengadakan kontrak dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Di dalam perjanjian tersebut harus dinyatakan secara tersurat maupun tersirat mengenai tujuan kontrak.
2. Penawaran dan penerimaan harus disepakati kedua belah pihak di dalam kontrak tersebut.
3. Maksud penawaran dan penerimaan merupakan suatu kesatuan informasi yang sama penjelasannya.perjanjian bisa saja berlangsung melalui proposal tertulis dan langsung ditandatangani.

* Modal adalah sejumlah uang pemilik dana diberikan kepada mudharib untuk diinvestasikan dikelola) dalam kegiatan usaha mudharabah.

Adapun Syarat yang tercakup dalam modal adalah sebagai berikut:

1. Jumlah modal harus diketahui secara pasti termasuk jenis mata uangnya.
2. Modal harus dalam bentuk tunai, seandainya berbentuk aset menurut Jumhur Ulama Fiqh diperbolehkan, asalkan berbentuk barang niaga dan mempunyai nilai atau historinya pada saat mengadakan kontrak. Bila aset tersebut berbentuk non-kas yang siap dimanfaatkan, seperti pesawat dan kapal, menurut Madzab Hanbali diperbolehkan sebagai modal mudharabah asalkan mudharib tetap menginvestasikan semua modal tersebut dan berbagi hasil dengan pemilik dana dalam pendapatan dari investasi dan pada akhir jangka waktu.
3. Modal harus tersedia dalam bentuk tunai tidak dalam bentuk piutang.
4. Modal mudharabah langsung dibayar kepada mudharib. Beberapa Fuqaha berbeda pendapat mengenai cara realisasi pencarian dana, yaitu dibayar langsung dengan cara lain dilaksanakan dengan memungkinkan mudharib untuk memperoleh manfaat dari modal tersebut bagaimanapun cara akuisisinya. Sesuai dengan pendapat kedua, pengadaan kontrak dapat dilaksanakan untuk keseluruhan modal dan pembayarannya kepada mudharib dapat dibuat dalam beberapa angsuran.

* Keuntungan adalah jumlah yang melebihi jumlah modal dan merupakan tujuan mudharabah dengan syarat-syarat sebagai berikut:

1. Keuntungan ini haruslah berlaku bagi kedua belah pihak dan tidak ada satu pihakpun yang akan memilikinya.
2. Haruslah menjadi perhatian dari kedua belah pihak dan tidak terdapat pihak ketiga yang akan turut memperoleh bagi hasil darinya. Porsi bagi hasil keuntungan untuk masing-masing pihak harus disepakati bersama pada saat perjanjian ditandatangani. Bagi hasil mudharib harus secara jelas dinyatakan pada saat pengadaan kontrak dilakukan.
3. Pemilik dana akan menanggung semua kerugian sebaliknya mudharib tidak menanggung kerugian sedikitpun. Akan tetapi, mudharib harus menanggung kerugian bila kerugian itu timbul dari pelanggaran perjanjian atau penghilangan dana tersebut.

* Jenis usaha/pekerjaan diharapkan mewakili/menggambarkan adanya kontribusi mudaharib dalam usahanya untuk mengembalikan/membayar modal kepada penyedia dana. Jenis pekerjaan dalam hal ini berhubungan dengan masalah manajemen dari pembiayaan mudharabah itu sendiri. Di bawah ini merupakan syarat-syarat yang harus diterapkan dalam usaha/pekerjaan mudharabah adalah sebagai berikut:

1. Bentuk pekerjaan/usaha. Merupakan hak khusus mudharib tidak ada intervensi manajemen dari pemilik dana, meskipun demikian menurut Madzab Hambali membolehkan adanya peran serta/partisipasi pemilik dana dalam pekerjaan/usaha tersebut.
2. Penyedia dana tidak harus boleh membatasi kegiatan mudharib sperti melarang mudharib agar tidak sukses dalam pencarian laba/keuntungan.
3. Mudharib tidak boleh melanggar hukum islam dalam usahanya dan juga harus mematuhi praktik-praktik usaha yang berlaku.
4. Mudharib harus mematuhi syarat-syarat yang diajukan pemilik dana asalkan syarat-syarat tersebut tidak bertentangan kontrak mudharabah tersebut.

* Modal mudharabah tidak boleh dalam penguasaan pemilik dana, sehingga tidak dapat ditarik sewaktu-waktu. Penarikan dana mudharabah hanya dapat dilakukan sesuai dengan waktu yang disepakati (periode yang telah ditentukan). Penarikan dana yang dilakukan setiap saat akan membawa dampak berkurangnya pembagian hasil usaha oleh nasabah yang menginvestasikan dananya.

2. Pasar Modal Syariah
Dalam arti sempit pengertian pasar merupakan tempat para penjual dan pembeli bertemu untuk melakukan transaksi. Artinya pembeli dan penjual langsung bertemu untuk melakukan transaksi dalam suatu lokasi tertentu. Lokasi atau tempat pertemuan tersebut disebut pasar. Namun dalam arti luas pengertian pasar merupakan tempat melakukan transaksi antara pembeli dan penjual, dimana pembeli dan penjual tidak harus bertemu dalam suatu tempat atau bertemu langsung, akan tetapi dapat dilakukan melalui sarana informasi yang ada seperti sarana elektronika.

Pengertian pasar modal secara umum merupakan suatu tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi dalam rangka memperoleh modal. Penjual (emiten) dalam pasar modal merupakan perusahaan yang membutuhkan modal, sehingga mereka berusaha untuk menjual efek di pasar modal. Sedangkan pembeli (investor) adalah pihak yang ingin membeli modal diperusahaan yang menurut mereka menguntungkan. Pasar modal dikenal dengan nama bursa efek, dan di Indonesia dewasa ini ada dua buah bursa efek yaitu Bursa Fek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES).

Modal yang diperdagangkan dalam pasar modal merupakan modal yang bila diukur dari waktunya merupakan modal jangka panjang. Oleh karena itu bagi emiten sangat menguntungkan mengingat masa pengembaliannya relatif panjang, baik yang bersifat kepemilikan maupun yang bersifat hutang. Khusus untuk modal bersifat kepemilikan, jangka waktunya lebih panjang jika dibandingkan dengan yang bersifat hutang.

* Instrumen Pasar Modal Syariah

1. Saham Syariah
Menurut Dewan Syariah Nasioanal (DSN), saham adalah suatu bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria syariah dan tidak termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa. Bagi perusahaan yang modalnya diperoleh dari saham merupakan modal sendiri. Dalam struktur permodalan khususnya untuk perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas (PT), pembagian modal menurut undang-undang terdiri:

1. Modal dasar, yaitu modal pertama sekali perusahaan didirikan.
2. Modal ditempatkan, maksudnya modal yang sudah dijual dan besarnya 25% dari modal dasar.
3. Modal disetor, merupakan modal yang benar-benar telah disetor yaitu sebesar 50% dari modal yang telah ditempatkan.
4. Saham dalam portepel yaitu modal yang masih dalam bentuk saham yang belum dijual atau modal dasar dikurangi modal ditempatkan.

* Prinsip Dasar Saham Syariah

1. Bersifat musyarakah jika ditawarkan secara terbatas.
2. Bersifat mudharabah jika ditawarkan kepada publik.
3. Tidak boleh ada pembeda jenis saham, karena risiko harus ditanggung oleh semua pihak.
4. Prinsip bagi hasil laba-rugi.
5. Tidak dapat dicairkan kecuali dilikuidasi.

* Jenis-jenis Saham

Saham Preferen

1. Mempunyai sifat gabungan antara saham biasa dan obligasi.
2. Hak preferen terhadap dividen: hak untuk menerima dividen terlebih dahulu dibandingkan dengan pemegang saham biasa. Dividen biasanya dinyatakan dalam persen (%).
3. Hak dividen komulatif: hak untuk menerima dividen tahun-tahun sebelumnya yang belum dibayarkan.
4. Hak preferen likuiditas: mendapatkan terlebih dahulu aktiva perusahaan dibandingkan dengan pemegang saham biasa bila terjadi likuidasi.
5. Dari penjelasan mengenai prinsip dasar saham syariah, maka saham preferen tidak berlaku pada saham syariah.

Saham Biasa

1. Hak kontrol: memilih pimpinan perusahaan.
2. Hak menerima pembagian keuntungan.
3. Hak preemtive: hak untuk mendapatkan prosentasi kepemilikan yang sama jika perusahaan mengeluarkan tambahan lembar saham.

Saham Treasury

1. Saham perusahaan yang pernah beredar dan dibeli kembali oleh perusahaan untuk disimpan dan dapat dijual kembali.
2. Beberapa alasan kenapa ada saham treasury: a. Dapat diberikan sebagai bonus kepada karyawan, b. Meningkatkan perdagangan, sehingga nilai pasar meningkat, c. Mengurangi jumlah saham beredar untuk menaikkan laba per lembar saham, d. Untuk mencegah perusahaan dikuasai oleh perusahaan lain.

* Pedoman Syariah

1. Uang tidak boleh menghasilkan uang. Uang hanya boleh berkembang bila diinvestasikan dalam aktivitas ekonomi.
2. Hasil dari kegiatan ekonomi diukur dengan tingkat keuntungan investasi. Keuntungan ini dapat diestimasikan tetapi tidak ditetapkan di depan.
3. Uang tidak boleh dijual untuk mempeoleh uang.
4. Saham dalam perusahaan, kegiatan mudharabah atau partnership/musyarakah dapat diperjualbelikan dalam rangka kegiatan investasi dan bukan untuk spekulasi dan untuk tujuan perdagangan kertas berharga.
5. Instrumen finansial islami, seperti saham, dalam suatu venture atau perusahaan, dapat diperjualbelikan karena ia mewakili bagian kepemilikan atas aset dari suatu bisnis.
6. Beberapa batasan dalam perdagangan sekuritas seperti itu antara lain: a. Nilai per share dalam suatu bisnis harus didasarkan pada hasil appraisal atas bisnis yang bersangkutan, b. Transaksi tunai, harus segera diselesiakan sesuai dengan kontrak.

2. Obligasi Syariah
Perihal obligasi syariah sendiri, sebenarnya telah ada fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Yaitu, fatwa No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah dan fatwa No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah. Keduanya, dikeluarkan pada waktu bersamaan, 14 September lalu.

Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan pada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.

Sementara pendapatan investasi yang dibagikan emiten kepada pemegang obligasi syariah harus bersih dari unsur nonhalal. Mengenai bagi hasil (nisbah) antara emiten dan pemegang obligasi syariah, diatur bahwa nisbah keuntungan dalam obligasi syariah mudharabah ditentukan sesuai kesepakatan dengan ketentuan pada saat jatuh tempo, akan diperhitungkan secara keseluruhan.

Kewajiban dalam syariah hanya timbul akibat adanya transaksi atas aset/produk (mal) atau jasa (amal) yang tidak tunai, sehingga terjadi transaksi pembiayaan. Kewajiban ini umumnya berkaitan dengan transaksi perniagaan dimana kondisi tidak tunai tersebut dapat terjadi karena penundaan pembayaran atau penundaan penyerahan obyek transaksi (mal atau amal). Dalam Islam pembiayaan dapat terjadi karena ada suatu pihak yang memberikan dana untuk memungkinkan suatu transaksi. Pihak penjual dapat memberikan pembiayaan dengan memberikan fasilitas penundaan pembayaran, sedangkan pihak pembeli dapat memberikan pembiayaan dengan memberikan fasilitas penundaan penyerahan obyek transaksi.

* Jenis-jenis Obligasi

1. Obligasi Mudharabah adalah kerja sama dengan skema bagi hasil pendapatan atau keuntungan, obligasi jenis ini akan memberikan return dengan penggunaan term indicative/expected return karena sifatnya yang floating dan tergantung pada kinerja pendapatan yang dibagihasilkan.
2. Obligasi Ijarah. Dengan akad Ijarah sebagai bentuk jual beli dengan skema cost plus basis, obligasi jenis ini akan memberikan fixed return.

* Pedoman Syariah

Tetapi, sebagai catatan, tidak semua emiten dapat menerbitkan obligasi syariah. Untuk menerbitkan obligasi syariah, beberapa persyaratan berikut yang harus dipenuhi:

* Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No: 20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah Islam di antaranya adalah:

1. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
2. Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
3. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram.
4. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.

* Peringkat Investment Grade:

1. Memiliki fundamental usaha yang kuat.
2. Memiliki fundamental keuangan yang kuat.
3. Memiliki citra yang baik bagi publik

3. Reksadana Syariah
Reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Sedangkan reksadana syariah adalah reksadana yang beroperesi menurut ketentuan dalam prinsip syariah, baik dalam bentuk akad, pengelolaan dana dan penggunaan dana.
Akad antara investor dengan lembaga hendaknya dilakukan dengan sistem mudharabah.

Secara teknis, mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalain pengusaha, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Dalam hal transaksi jual beli, saham-saham dalam reksadana syariah dapat diperjual belikan. Saham-saham dalam reksadana syariah merupakan yang harta (mal) yang dibolehkan untuk diperjual belikan dalam syariah.

* Pedoman Syariah

Tidak adanya unsur penipuan (gharar) dalam transaksi saham karena nilai saham jelas. Harga saham terbentuk dengan adanya hukum supply and demand.
Semua saham yang dikeluarkan reksa dana tercatat dalam administrasi yang rapih dan penyebutan harga harus dilakukan dengan jelas.

B. Jenis Investasi Berdasarkan Syariah

1. Tabungan Bagi Hasil (Mudharabah)
Tabungan bagi hasil adalah tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah. Dalam hal ini bank syariah mengelola dana yang diinvestasikan oleh penabung secara produktif, menguntungkan dan memenuhi prinsip-prinsip syariah Islam. Hasil keuntungannya akan dibagikan kepada penabung dan bank, sesuai perbandingan bagi hasil atau nisbah yang disepakati bersama.

Contoh perhitungan bagi hasil; Saldo rata-rata Bapa Huda bulan November 2004 sebesar Rp 1 juta sedangkan saldo rata-rata tabungan seluruh nasabah Bank Syariah pada bulan tersebut sebesar Rp 50 juta. Bila perbandingan bagi hasil antara nasabah dan bank sebesar 50:50 dan pendapatan bank yang dibagihasilkan untuk tabungan sebesar Rp 1 juta maka bagi hasil yang didapatkan oleh Bapa Huda adalah sebesar: (Rp 1 juta : Rp 50 juta X Rp 1 juta X 50% = Rp 10.000,00.

Sehingga Bapa Huda akan menerima bagi hasil sebesar Rp. 10 ribu rupiah dalam bulan November 2004 atas tabungan saldo rata-rata sebesar Rp. 1 juta. Berbeda dengan bank konvensional yang pendapatan bunganya tetap sepanjang tidak ada perubahan. Bagi hasil yang didapatkan dari bank syariah dapat berubah setiap bulan, tergantung pendapatan bagi hasil yang diterima bank syariah dari para peminjam.

2. Deposito Bagi Hasil (Mudharabah)
Deposito Bagi Hasil merupakan produk investasi jangka waktu tertentu. Nasabahnya bisa perorangan maupun badan. Produk ini menggunakan prinsip mudharabah muthlaqah. Dengan prinsip ini bank akan mengelola dana yang diinvestasikan nasabah secara produktif, menguntungkan dan memenuhi prinsip-prinsip hukum Islam. Hasil keuntungannya akan dibagikan kepada nasabah dan bank sesuai nisbah yang disepakati bersama sebelumnya.

Contoh ilustrasi perhitungan bagi hasil; Saldo rata-rata Bapa Huda bulan November 2004 sebesar Rp 10 juta sedangkan saldo rata-rata deposito seluruh nasabah bank syariah pada bulan tersebut sebesar Rp 500 juta. Bila perbandingan bagi hasil antara nasabah dan bank sebesar 65:35 dan pendapatan bank syariah yang dibagihasilkan untuk deposito sebesar Rp 10 juta maka bagi hasil yang didapatkan oleh Bapa Huda adalah: (Rp 10 juta : Rp 500 juta X Rp 10 juta X 65% = Rp 130.000,00.

3. Investasi Khusus (Mudharabah Muqayyadah)
Investasi khusus adalah suatu bentuk investasi nasabah yang disalurkan langsung kepada pembiayaan tertentu sesuai dengan keinginan nasabah. Perbandingan atau nisbah bagi hasil yang ditetapkan berdasarkan kesepatan antara bank, nasabah serta penasihat keuangan jika diperlukan (dapat dinegosiasikan). Dana akan diinvestasikan kepada sektor riil yang menguntungkan sesuai keinginan nasabah.

Contoh perhitungan bagi hasil; Bapa Huda menginvestasikan dana sebesar Rp 5 juta dengan pilihan untuk pembiayaan kepada pedagang bahan bangunan. Bila pada bulan berikutnya keuntungan investasi yang diterima bank dari pedagang bahan bangunan sebesar Rp 2 juta sementara kesepakatan nisbah antara nasabah dan bank sebesar 65:35, maka bagi hasil yang didapatkan Bapa Huda adalah sebesar: Rp 2 juta X 65% = Rp 1.300.000

Pendapatan bagi hasil yang diterima oleh deposan investasi khusus dalam hal ini akan sangat bervariasi tergantung dari kinerja dari pedagang yang diberikan pinjaman, dimana ada kemungkinan suatu saat apabila pedagang tersebut mengalami kerugian maka bisa saja kita tidak mendapat bagi hasil alias 0.

* Investasi Saham Sesuai Syariah di Pasar Modal

Salah satu bentuk investasi yang sesuai dengan syariah adalah membeli saham perusahaan, baik perusahaan non publik (private equity) maupun perusahaan publik/terbuka. Cara paling mudah dalam melakukan investasi saham sesuai syariah di BEJ adalah memilih dan membeli jenis saham-saham yang dimasukkan dalam Jakarta Islamic Index (JII).

* Reksadana Syariah

Dalam reksadana konvensional, pengaturan atau penempatan portfolio investasi hanya menggunakan pertimbangan tingkat keuntungan. Sedangkan reksadana syariah selain mempertimbangkan tingkat keuntungan juga harus mempertimbangkan kehalalan suatu produk keuangan. Sebagai contoh bila reksadana syariah ingin menempatkan salah satu jenis investasinya dalam saham, maka saham yang dibeli tersebut harus termasuk perusahaan yang sudah dibolehkan secara syariah. Lebih mudahnya sudah termasuk dalam jenis saham yang ada dalam daftar JII (Jakarta Islamic Index). Demkian juga jenis investasi lainnya seperti obligasi, harus yang menganut sistem syariah.

Manajer investasi reksadana syariah harus memahami investasi dan mampu melakukan kegiatan pengelolan yang sesuai dengan syariah. Untuk itu diperlukan adanya panduan mengenai norma-norma yang harus dipenuhi Manajer Investasi agar investasi dan hasilnya tidak melanggar ketentuan syariah, termasuk ketentuan yang berkaitan dengan praktek riba, gharar dan maysir. Dalam praktek syariah maka Manajer Investasi bertindak sesuai dengan perjanjian atau aqad wakalah. Manajer investasi akan menjadi wakil dari investor untuk kepentingan dan atas nama investor. Sebagai bukti penyertaan dalam reksadana syariah maka investor akan mendapat unit penyertaan dari reksadana syariah.http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=530488095844853485

0 komentar:

Posting Komentar